Perilaku Kami jadi Definisi Islam untuk Mereka

by - February 17, 2019

Di Jepang, istilah agama adalah hal asing. Aku kira penduduk Jepang beragama Shinto (seperti di film Doraemon), namun ternyata tidak semua orang Jepang tahu tentang Shinto. Memang tidak seperti Indonesia yang setiap orang wajib memiliki satu agama, bahkan dicantumkan dalam kartu identitas penduduk. Bagi Jepang, agama adalah urusan pribadi. Kalau mau punya agama ya silahkan, dan sebagian besar masih asing dengan istilah agama.

Bicara tentang agama di Jepang, urusannya jadi panjang sekali. Intinya mereka menganggap agama adalah budaya, pergi ke kuil ketika tahun baru, tapi juga menyemarakkan natal. Agama dipelajari dalam pelajaran sejarah. Kalau tidak salah di tingkat SMA, dari situ, mereka akan tahu ada agama Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad. Umat Islam yang perempuan menggunakan hijab, dan umat Islam tidak boleh makan babi dan minum alkohol.


***

Setiap hari aku mengenakan hijab. Bagi anak kecil, mereka tidak tahu mengapa ada orang yang harus menutup rambutnya. Muridku di international school hampir semuanya pernah menanyakan ini. Kemarin, waktu aku pergi ke SD di Jepang dalam rangka pertukaran wawasan global, mereka juga bertanya kenapa aku memakai penutup kepala ini.

Muridku yang berumur 42 tahun pun pernah menyuruhku melepas kerudungku di awal pertemuan kami saat musim panas tahun lalu. Dia berkata, "ini panas, aku tahu pasti kamu kepanasan, mengapa kamu tidak melepasnya saja?".

Di Indonesia, pasti aku tidak akan pernah mendapat pertanyaan sederhana itu. Namun di Jepang, aku banyak mendapat pertanyaan tentang ketentuan agama Islam yang mendasar.

Mengapa kamu harus berhijab?
Mengapa kamu harus sholat sampai lima kali sehari?
Mengapa kamu tidak boleh makan babi dan minum alkohol?

Aku pun berusaha menjawabnya sebisaku. Menjawab yang terbaik dengan menyesuaikan kadar pemahaman mereka. Belum lagi, terkadang temanku yang dekat suka memberikan pertanyaan yang filosofis sekali, kenapa kita harus beragama, dan pertanyaan tentang ketuhanan lainnya. Sungguh ini berat bagiku.

***

Suatu hari, guru bahasa Jepangku bercerita kalau kemarin dia melihat orang sedang yang sholat di taman dengan beralaskan karpet kecil. Dia pun bertanya padaku, apakah aku juga menggunakannya. Aku pun menunjukkan kepada dia sajadahku yang memang selalu aku bawa. Kemudian cerita panjang lebar tentang agama berlanjut.

Dia mengaku dirinya agama budha, tapi pernikahan dia mengucapkan janji suci di depan pastur kristen, karena dia memilih ingin menikah di hotel daripada di kuil. Dia sendiri tidak banyak tahu tentang agama yang dianutnya.

Dia berkata padaku bahwa dia bingung tentang agama. Dalam pandangannya, semakin orang mendalami suatu agama, maka perilakunya akan semakin jelek. Alasannya sederhana, karena dia mempunyai teman yang rajin menjalankan ritual kristen, namun perilakunya buruk. Akhirnya dia membuat kesimpulan sendiri untuk tidak mendalami agama apapun karena takut malah akan jadi orang yang berperilaku buruk. 

Dari situ, sungguh aku kaget mendengarnya. Aku kira di luar sana semua orang paham bahwa agama pasti mengajarkan nilai kebaikan, namun ternyata tidak demikian. Aku pun jadi paham mengapa guruku ini sering bertanya tentang ritual ibadahku sehari-hari. Dia kaget karena aku berkata bahwa aku harus bangun pagi sekali sebelum matahari terbit untuk ibadah (re: sholat shubuh).

"Tapi aku rasa agama Islam itu berbeda ya dengan agama yang lain", akhir percakapan yang disampaikan dia hari itu. Aku senang dia mengatakan itu kepadaku, tapi aku hanya menjawab bahwa semua agama pasti mengajarkan kebaikan, tapi tidak semua penganutnya menjalankan hal baik yang diperintahkan agama.

***

Cerita lain datang dari guru bahasa Jepang ku yang lain. Beliau mantan auditor big four, karena aku bercerita bahwa aku pernah disitu juga, kami jadi sering bercerita banyak tentang kehidupan akuntansi dan segala overload kerjanya.

Sebagai auditor, beliau banyak pergi ke kantor klien. Beliau pun bercerita tentang kunjungannya ke salah satu klien yang mempekerjakan kenshusei dari Indonesia sebanyak 100 orang. Beliau bercerita bahwa ketika jam makan siang, beliau tercengang melihat mereka sholat bersama-sama sekitar 20 orang. "Betapa rajinnya mereka meluangkan waktu istirahat yang sebentar untuk menjalankan ritual keagamaan", katanya.

Di lain klien, beliau pernah kaget melihat seorang perempuan berhijab yang memakan bento nya di saat ada pesta yang diadakan kantor tersebut. Beliau berkata bahwa makanannya enak sekali, namun beliau kaget mengapa perempuan itu malah tidak memakan makanan berkelas yang disediakan oleh kantor. Pada akhirnya sensei paham bahwa muslim tidak memakan babi. Selain itu, sensei malah bertanya kepada kliennya siapa perempuan itu. Hingga klien nya bercerita bahwa perempuan itu satu-satunya engineer dari Indonesia, dan dia sangat pintar dan rajin.

 Sensei pun berkata padaku bahwa penganut agama Islam itu memegang prinsip dengan baik, rajin, dan pintar. Tentu definisi itu diambil dari perilaku orang-orang Islam yang dilihatnya.

***

Satu hal yang aku perhatikan disini adalah, perilaku seseorang yang melekat pada seorang minoritas, pasti sangat tersoroti oleh orang mayoritas di sekitarnya. Tentu itu terjadi karena apa yang dilakukan orang Islam adalah hal unik yang belum pernah mereka ketahui.

Aku yakin, perempuan pemakan bento tadi tidak merasa bahwa tingkah laku nya diperhatikan oleh senseiku, begitupun orang yang sholat di taman.

Semua hal yang diceritakan mereka membuatku semakin menyadari bahwa aku yang melekatkan agamaku kemanapun aku pergi harus memberikan definisi Islam terbaik untuk mereka. Duduk di priority seat saat di kereta pun aku jadi tidak berani, aku takut kalau orang di sekitarku menganggap buruk tentang orang yang berhijab dengan melihatku menyalahi aturan.

Mungkin orang bilang bahwa janganlah kita peduli dengan apa yang dikatakan orang lain. Orang Jepang pun sebenarnya memang tidak peduli dengan orang lain. Namun, aku sangat peduli kalau perilaku buruk ku malah akan memberikan citra buruk pada agama yang penuh dengan cinta ini.

Di tengah musim dingin,
Sintia

You May Also Like

2 comments

  1. Nice insight Sintia!:D Bikin aku mikir dua kali lagi kalo kita pergi kemana2 pasti jadi sorotan orang lain juga:D

    ReplyDelete
  2. Iya kan ya. Ngingetin aku juga sih ini, aku masih suka nyalahin aturan kalau gak dilihat orang malah wkwk

    ReplyDelete

Instagram