Ambisi, Pentingkah?
"Ambis banget sih kamu, Sin!"
Ambi
Ambis
Ambisi
Ambisius?
Setidaknya beberapa temanku menyebut aku dengan istilah demikian selama aku kuliah S1. Jujur saja aku tidak tahu apa itu ambisius. Namun sepertinya aku tahu alasan kenapa temanku memberikan cap ambisius itu padaku.
Sebenarnya aku tidak bertanya langsung kepada mereka, apa yang membuat mereka menyebut aku sedemikian rupa. Aku tidak tahu itu panggilan positif atau negatif.
Mungkin mereka memanggilku begitu karena aku selalu mencoba jadi yang terdepan menjawab pertanyaan dosen di kelas, menyelesaikan ujian paling cepat, dan mendapatkan raihan teratas dibandingkan orang lain. Aku tidak tahu karena itu atau bukan, tapi rasanya label itu terlalu keren sih apabila disematkan kepadaku.
Mungkin mereka memanggilku begitu karena aku selalu mencoba jadi yang terdepan menjawab pertanyaan dosen di kelas, menyelesaikan ujian paling cepat, dan mendapatkan raihan teratas dibandingkan orang lain. Aku tidak tahu karena itu atau bukan, tapi rasanya label itu terlalu keren sih apabila disematkan kepadaku.
Anggaplah asumsi di atas benar. Menurutku rasanya tidak salah untuk bersifat ambisius sesuai dengan definisi di atas. Namun entahlah, rasanya kata ambis yang disematkan teman-temanku itu lebih cenderung ke arah yang negatif.
Memang kata itu bisa bermakna negatif ketika orang menganggap apa yang aku lakukan hanyalah untuk mencapai ambisi ku saja, tanpa memikirkan orang lain. Mencoba terlihat stunning di depan dosen agar mendapatkan nilai bagus, lalu aku tidak mau berbagi ilmu pada orang lain agar aku dianggap yang paling pintar, dan melakukan hal buruk lainnya sehingga aku yang terdepan, mencapai ambisiku saja, tidak memikirkan orang lain.
Memang kata itu bisa bermakna negatif ketika orang menganggap apa yang aku lakukan hanyalah untuk mencapai ambisi ku saja, tanpa memikirkan orang lain. Mencoba terlihat stunning di depan dosen agar mendapatkan nilai bagus, lalu aku tidak mau berbagi ilmu pada orang lain agar aku dianggap yang paling pintar, dan melakukan hal buruk lainnya sehingga aku yang terdepan, mencapai ambisiku saja, tidak memikirkan orang lain.
Kalau memang ambis ku adalah yang negatif. Kok rasanya aku jahat sekali ya.
Baiklah, kali ini perkenanlah aku mencoba menyampaikan pandanganku tentang hidup.
***
Bagiku, ambisi adalah keinginan untuk mencapai sesuatu di masa depan.
Aku punya ambisi. Aku percaya semua orang pun pasti punya ambisi.
Aku memang selalu ingin jadi luar biasa. Melakukan semuanya dengan baik. Sebaik-baiknya sehingga aku dapat mencapai impian yang telah aku tetapkan.
Sejak kecil aku menanamkan motto pribadi hidupku "Jadilah Berbeda untuk Jadi Luar Biasa". Hal ini sebenarnya adalah pemikiran ayahku dalam belajar, bahwa ketika orang di sekitarku waktu belajarnya satu jam dalam sehari, maka aku harus belajar lebih dari mereka. Ini terus tertanam dalam diriku, jadi jangan kaget kalau aku mengerjakan soal-soal financial accounting di buku Kieso sampai pengayaan soal walau tidak disuruh, aku hanya merasa bahwa aku akan berbeda apabila melakukannya. Jangan kaget juga kalau aku selalu membaca banyak materi dari buku yang akan dibahas di kelas setiap pertemuannya, karena aku tahu, tidak semua teman di kelasku melakukan hal yang sama. Aku ingin berbeda dalam berproses mencapai ambisiku.
Iya, aku selalu membuat proses dalam hidupku untuk berbeda dari orang lain. Menjadi berbeda, karena aku yakin itu akan mengantarkanku jadi orang yang luar biasa, walaupun aku sampai sekarang belum merasakan orang luar biasa itu seperti apa sebenarnya.
Sungguh dalam hidup, aku benar-benar menekankan pentingnya proses. Aku orang terdepan yang percaya bahwa proses tidak akan pernah mengkhianati hasil. Aku percaya Allah akan menemani orang-orang yang berikhtiar karena Allah tidak akan mengubah suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya (Ar Ra'd:11).
Tidak salah rasanya kan bahwa aku tidak pernah setengah-setengah mencapai tujuan yang telah aku tetapkan?
Sebenarnya di balik kegilaanku melakukan proses yang baik, aku adalah orang yang tidak terlalu peduli dengan hasil.
Aku memang selalu menyelesaikan ujian paling cepat biasanya, dan aku tidak pernah belajar di minggu tenang. Kenapa aku melakukannya? Karena aku merasa bahwa aku telah belajar banyak setiap harinya. Ketika aku buntu tidak bisa mengerjakan soal ujian, aku lebih memilih untuk segera keluar ruangan daripada diam hingga nantinya aku takut terpikir untuk menanyakan kepada teman sekitarku, atau berarti aku berbuat curang. Namun orang di sekitarku menganggap bahwa aku yang paling pintar karena bisa menyelesaikan dengan cepat, dan tidak mau berbagi jawaban dengan orang lain. Semakin menjadilah ambis disematkan padaku.
Sebagai orang yang hobinya mencari uang lewat lomba, aku adalah tipe orang yang tidak pernah mau belajar ketika di lokasi olimpiade. Hampir aku tidak pernah membuka buku. Tentu bukan karena aku pintar, tapi aku dan tim ku telah belajar keras sebelumnya. Proses sudah tesiapkan dengan baik.
Ketika ternyata aku gagal pun, aku tidak menangis kecuali pada kasus-kasus tertentu yang menurutku itu tidak adil. Pernah sih menangis ketika gagal lolos SNMPTN dulu, tapi dari situ aku jadi belajar banyak karena menggantungkan bahwa hasil pasti akan baik karena merasa proses kita sudah baik bukanlah sesuatu yang baik.
Sebenarnya di balik kegilaanku melakukan proses yang baik, aku adalah orang yang tidak terlalu peduli dengan hasil.
Aku memang selalu menyelesaikan ujian paling cepat biasanya, dan aku tidak pernah belajar di minggu tenang. Kenapa aku melakukannya? Karena aku merasa bahwa aku telah belajar banyak setiap harinya. Ketika aku buntu tidak bisa mengerjakan soal ujian, aku lebih memilih untuk segera keluar ruangan daripada diam hingga nantinya aku takut terpikir untuk menanyakan kepada teman sekitarku, atau berarti aku berbuat curang. Namun orang di sekitarku menganggap bahwa aku yang paling pintar karena bisa menyelesaikan dengan cepat, dan tidak mau berbagi jawaban dengan orang lain. Semakin menjadilah ambis disematkan padaku.
Sebagai orang yang hobinya mencari uang lewat lomba, aku adalah tipe orang yang tidak pernah mau belajar ketika di lokasi olimpiade. Hampir aku tidak pernah membuka buku. Tentu bukan karena aku pintar, tapi aku dan tim ku telah belajar keras sebelumnya. Proses sudah tesiapkan dengan baik.
Ketika ternyata aku gagal pun, aku tidak menangis kecuali pada kasus-kasus tertentu yang menurutku itu tidak adil. Pernah sih menangis ketika gagal lolos SNMPTN dulu, tapi dari situ aku jadi belajar banyak karena menggantungkan bahwa hasil pasti akan baik karena merasa proses kita sudah baik bukanlah sesuatu yang baik.
Berkaitan dengan hubunganku dan teman-teman. Rasanya aku tidak pernah menolak teman-teman yang mengajak belajar bersama tentang suatu materi. Siapapun dia, dari berbagai levelnya. Aku selalu senang menerima ajakannya. Aku pun lebih menyebutnya belajar bersama, daripada aku mengajar sesuatu pada teman-temanku. Terkadang memang aku sering tidak mau memberikan jawaban instan di kelas karena seperti yang aku bilang bahwa aku tipe orang yang sangat menghargai proses. Namun sepertinya beberapa orang menganggapku tidak mau berbagi ilmu.
Memang pernah sih aku khilaf di awal-awal kuliah dengan berkata "Masa ini aja gak bisa?". Maaf ya kalau pernah berkata seperti itu. Rasanya bodoh sekali aku tidak mentoleransi bahwa setiap orang memiliki pengetahuan yang berbeda-beda tentang sesuatu. Aku tahu hal ini, tapi tentu saja aku bisa tidak tahu tentang hal itu, dan orang lain bisa mengetahui hal yang belum aku ketahui tersebut. Sekali lagi atas kekhilafan itu, mohon maaf ya.
Dari sini, aku merasa, aku memang ambisius. Namun aku sangat tidak setuju untuk istilah mencapai ambisi dengan mengorbankan hati nurani hingga mencederai orang lain. Aku percaya bahwa ambisi itu penting untuk bisa melecutkan semangat maju.
Jadi sebenarnya ambisi itu penting tidak ya?
Dari sini, aku merasa, aku memang ambisius. Namun aku sangat tidak setuju untuk istilah mencapai ambisi dengan mengorbankan hati nurani hingga mencederai orang lain. Aku percaya bahwa ambisi itu penting untuk bisa melecutkan semangat maju.
Jadi sebenarnya ambisi itu penting tidak ya?
***
Akhir-akhir ini, aku mempertanyakan ambisi pada diriku sendiri.
Beberapa hari ini, aku merasa sangat kurang termotivasi. Bangun tidur hanya menjalankan aktivitas biasa. Impian jangka pendekku untuk diterima kuliah setelah perjuangan panjang baru saja sampai.
Kemudian tiba-tiba aku sedikit terhenti, mempertanyakan lagi apa yang akan aku lakukan ya.
Aku tidak tahu. Tidak ada ambisi di otakku.
Aku rasa, aku merasa sedih untuk menjadi orang seperti ini.
Setiap orang punya karakter masing-masing
Rasanya aku adalah orang yang butuh ambisi untuk melakukan sesuatu.
Tak usah panggil aku si ambis. Aku hanya butuh terus diingatkan kalau aku harus punya ambisi dalam hidup, sehingga aku tidak hanya diam di posisi yang sama, tanpa terus memacu diri sendiri melakukan banyak hal.
Hal apapun.
Ambisi untuk bisa yang paling dicintai Allah dan Rasul-Nya. Ah, aku butuh ambisi itu.
Mendadak Religius,
Sintia
0 comments