"Menulis Hingga Selesai": Sebuah Renungan
"Tulisan yang baik adalah tulisan yang selesai"
Sebuah kutipan yang klise, namun aku merasakan betapa pentingnya makna besar dari kutipan tersebut setelah aku melihat jumlah draf artikel blogger ku yang tidak terpublikasikan. Hari ini, aku lihat jumlahnya ada 21, sedangkan tulisanku dalam satu tahun hanya berjumlah 2 postingan. Miris sih melihatnya. Ini menjadi sebuah makna bahwa aku bukanlah seorang penulis yang baik.
Iya, tulisanku banyak yang belum selesai.
Entahlah sejak kapan aku jadi begini. Kalau aku ingat awal aku punya blog dulu. Aku bisa menulis sesuka hati hingga menghasilkan banyak postingan dalam setahun, padahal aku sangat sibuk di masa SMA dulu. Setelah kuliah, aku memang tak banyak menulis karena entahlah pada saat itu aku lebih disibukkan dengan menjual tulisanku lewat lomba yang aku ikuti *hee ngawur.
Kembali ke jumlah 21 draft postingan yang tidak terpublikasikan itu. Sebenarnya terdapat kronologi di balik angka tersebut. Sering sekali aku ingin menceritakan suatu hal di saat tertentu, kemudian aku menuliskannya di aplikasi blogger melalui smatphone ku. Biasanya aku melakukannya saat sedang di kereta, aku hanya menuliskan apa saja yang tiba-tiba mengalir dalam otakku, ketika sampai tujuan, aku tutup aplikasi itu dan tidak kembali ke postingan yang telah aku buat tersebut.
Aku bukan seorang penulis handal. Tipe menulisku adalah tipe yang menulis sekenanya saja sesuai aliran otakku, dan baru aku membaca ulang dan melakukan penambahan sekaligus penyempurnaan. Namun entahlah aku merasa enggan untuk melanjutkan karya ku itu. Di samping aku malas untuk menulis, aku punya suatu masalah tersendiri sekarang. Aku sangat menyaring diriku untuk mempublikasikan sesuatu yang aku rasa tulisanku itu kurang wow untuk dipublikasikan.
Jujur aku tidak tahu sejak kapan aku membuat parameter kalau postingan yang ada di blog ku harus wow. Aku sendiri bahkan tidak tahu postingan yang wow itu seperti apa. Bisa-bisa semua tulisanku yang ada, aku hapus karena aku merasa dia tidak layak untuk ditampilkan. Namun aku rasa inilah yang menjadi hambatanku dalam menulis blog lagi.
Kalau aku sadari, aku memposting artikel di blog ku sejak pertama kali di tahun 2013 dengan bahasa Inggris. Jujur saja sebenarnya aku tidak memiliki pengetahuan grammar dan pemilihan kata yang baik. Namun bedanya, saat itu aku sangat tulus dalam menulis. Hanya menuliskan sesuatu yang ingin aku tuliskan, tanpa takut kritik orang, dan tidak mengharap pujian orang. Tapi memang sebenarnya sepertinya semenjak aku kuliah, aku telah menggeser definisi tulisan yang baik. Bagiku:
"Tulisan yang baik adalah tulisan yang bisa memiliki manfaat bagi pembacanya"
Sebenarnya aku tidak tahu konsep menulis itu harusnya seperti apa. Tentunya aku berharap bahwa sebuah tulisan yang aku hasilkan dapat menyampaikan ide ku dengan baik dan memberi dampak kepada para pembacanya. Inilah yang terus aku bentuk dalam otakku hingga semakin hari aku terus merasa takut menyelesaikan tulisanku hingga mempublikasikannya.
Namun aku rasa, perubahan definisi tulisan yang baik itulah, yang membuatku semakin terhambat untuk menulis. Jelaslah sebuah tulisan yang baik adalah tulisan yang tidak asal menulis. Tulisan tersebut benar-benar dipikirkan dengan matang sehingga ada pesan baik pula yang disampaikan oleh penulis kepada pembacanya.
Tentu saja aku benar dengan pernyataan ku di atas. Sangat benar. Tetapi aku rasa itu memang yang menjadi penghambatku untuk berkarya, aku terlalu memikirkan apa yang terjadi pada pembacaku setelah aku menuliskan sesuatu. Sungguh mulai ada rasa dalam hatiku bahwa aku mengharapkan pujian dari orang lain atas buah karya ku. Ya, aku tidak tulus dalam melakukan aktivitas blogging ini, tidak setulus aku di tahun 2013 itu.
Detik ini aku menyadari, sebenarnya bukankah malah tidak akan ada pesan apapun yang tersampaikan kepada pembaca tulisanku kalau aku tidak menulis? Iya kan?
Aku pun langsung ingat, bukankah Galileo Galilei dan Copernicus yang mencetuskan teori heliosentris baru dirasakan manfaat hasil pemikirannya setelah meninggal. Aku rasa manfaat dari hasil karya seseorang mungkin saja tidak didapatkan ketika pencetusnya masih hidup. Terlebih lagi Galileo Galilei dihukum atas keberanian dia mempublikasikan hasil pemikirannya. Namun kita tahu kan bahwa teori heliosentris lah yang memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan untuk kita hingga saat ini.
Aku tahu menulis bertujuan untuk membuat orang lain membaca hasil pikiran kita. Namun kalau aku terus berpikir hal itu, aku rasa di satu titik, itu tidak baik juga. Biarkanlah secara tulus aku menuliskan apapun yang ada di otakku, karena aku tahu suatu ide yang ada dalam otakkku di detik ini mungkin akan hilang di beberapa menit kemudian. Itu juga kan yang jadi alasan orang mengatakan untuk kita selalu menulis agar kita membentuk sejarah kita sendiri.
Kali ini, aku memutuskan bahwa tulisan yang baik memanglah tulisan yang selesai. Biarkanlah orang akan berkata apa atas tulisanku. Aku percaya, tulisanku minimal akan bermanfaat untuk diriku sendiri. Tulisan-tulisan ini akan menjadi jejak sejarah kehidupanku, menjadi gambaran perubahan pola pikirku dari waktu ke waktu.
Sekali lagi, aku sampaikan pada diriku sendiri:
Aku akan tulus dalam menulis. Aku akan menulis hingga selesai.
Selesai,
Sintia
Iya, tulisanku banyak yang belum selesai.
Entahlah sejak kapan aku jadi begini. Kalau aku ingat awal aku punya blog dulu. Aku bisa menulis sesuka hati hingga menghasilkan banyak postingan dalam setahun, padahal aku sangat sibuk di masa SMA dulu. Setelah kuliah, aku memang tak banyak menulis karena entahlah pada saat itu aku lebih disibukkan dengan menjual tulisanku lewat lomba yang aku ikuti *hee ngawur.
Kembali ke jumlah 21 draft postingan yang tidak terpublikasikan itu. Sebenarnya terdapat kronologi di balik angka tersebut. Sering sekali aku ingin menceritakan suatu hal di saat tertentu, kemudian aku menuliskannya di aplikasi blogger melalui smatphone ku. Biasanya aku melakukannya saat sedang di kereta, aku hanya menuliskan apa saja yang tiba-tiba mengalir dalam otakku, ketika sampai tujuan, aku tutup aplikasi itu dan tidak kembali ke postingan yang telah aku buat tersebut.
Aku bukan seorang penulis handal. Tipe menulisku adalah tipe yang menulis sekenanya saja sesuai aliran otakku, dan baru aku membaca ulang dan melakukan penambahan sekaligus penyempurnaan. Namun entahlah aku merasa enggan untuk melanjutkan karya ku itu. Di samping aku malas untuk menulis, aku punya suatu masalah tersendiri sekarang. Aku sangat menyaring diriku untuk mempublikasikan sesuatu yang aku rasa tulisanku itu kurang wow untuk dipublikasikan.
Jujur aku tidak tahu sejak kapan aku membuat parameter kalau postingan yang ada di blog ku harus wow. Aku sendiri bahkan tidak tahu postingan yang wow itu seperti apa. Bisa-bisa semua tulisanku yang ada, aku hapus karena aku merasa dia tidak layak untuk ditampilkan. Namun aku rasa inilah yang menjadi hambatanku dalam menulis blog lagi.
Kalau aku sadari, aku memposting artikel di blog ku sejak pertama kali di tahun 2013 dengan bahasa Inggris. Jujur saja sebenarnya aku tidak memiliki pengetahuan grammar dan pemilihan kata yang baik. Namun bedanya, saat itu aku sangat tulus dalam menulis. Hanya menuliskan sesuatu yang ingin aku tuliskan, tanpa takut kritik orang, dan tidak mengharap pujian orang. Tapi memang sebenarnya sepertinya semenjak aku kuliah, aku telah menggeser definisi tulisan yang baik. Bagiku:
"Tulisan yang baik adalah tulisan yang bisa memiliki manfaat bagi pembacanya"
Sebenarnya aku tidak tahu konsep menulis itu harusnya seperti apa. Tentunya aku berharap bahwa sebuah tulisan yang aku hasilkan dapat menyampaikan ide ku dengan baik dan memberi dampak kepada para pembacanya. Inilah yang terus aku bentuk dalam otakku hingga semakin hari aku terus merasa takut menyelesaikan tulisanku hingga mempublikasikannya.
Namun aku rasa, perubahan definisi tulisan yang baik itulah, yang membuatku semakin terhambat untuk menulis. Jelaslah sebuah tulisan yang baik adalah tulisan yang tidak asal menulis. Tulisan tersebut benar-benar dipikirkan dengan matang sehingga ada pesan baik pula yang disampaikan oleh penulis kepada pembacanya.
Tentu saja aku benar dengan pernyataan ku di atas. Sangat benar. Tetapi aku rasa itu memang yang menjadi penghambatku untuk berkarya, aku terlalu memikirkan apa yang terjadi pada pembacaku setelah aku menuliskan sesuatu. Sungguh mulai ada rasa dalam hatiku bahwa aku mengharapkan pujian dari orang lain atas buah karya ku. Ya, aku tidak tulus dalam melakukan aktivitas blogging ini, tidak setulus aku di tahun 2013 itu.
Detik ini aku menyadari, sebenarnya bukankah malah tidak akan ada pesan apapun yang tersampaikan kepada pembaca tulisanku kalau aku tidak menulis? Iya kan?
Aku pun langsung ingat, bukankah Galileo Galilei dan Copernicus yang mencetuskan teori heliosentris baru dirasakan manfaat hasil pemikirannya setelah meninggal. Aku rasa manfaat dari hasil karya seseorang mungkin saja tidak didapatkan ketika pencetusnya masih hidup. Terlebih lagi Galileo Galilei dihukum atas keberanian dia mempublikasikan hasil pemikirannya. Namun kita tahu kan bahwa teori heliosentris lah yang memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan untuk kita hingga saat ini.
Aku tahu menulis bertujuan untuk membuat orang lain membaca hasil pikiran kita. Namun kalau aku terus berpikir hal itu, aku rasa di satu titik, itu tidak baik juga. Biarkanlah secara tulus aku menuliskan apapun yang ada di otakku, karena aku tahu suatu ide yang ada dalam otakkku di detik ini mungkin akan hilang di beberapa menit kemudian. Itu juga kan yang jadi alasan orang mengatakan untuk kita selalu menulis agar kita membentuk sejarah kita sendiri.
Kali ini, aku memutuskan bahwa tulisan yang baik memanglah tulisan yang selesai. Biarkanlah orang akan berkata apa atas tulisanku. Aku percaya, tulisanku minimal akan bermanfaat untuk diriku sendiri. Tulisan-tulisan ini akan menjadi jejak sejarah kehidupanku, menjadi gambaran perubahan pola pikirku dari waktu ke waktu.
Sekali lagi, aku sampaikan pada diriku sendiri:
Aku akan tulus dalam menulis. Aku akan menulis hingga selesai.
Selesai,
Sintia
0 comments