Working Mom yang Tidak Melupakan Anaknya
Pagi itu aku mengikuti webinar yang diselenggarakan oleh kampusku. Webinar itu mendatangkan empat pembicara dari belahan bumi yang berbeda.
Tentu saja aku yang malas ini tidak terlalu mendengarkan pemaparan pembicaranya secara detail, tapi ada satu hal unik ku temukan:
Ada bayi menangis di pangkuan ibunya yang sedang mempresentasikan materinya di depan banyak orang
Bayi menangis mungkin hal biasa karena sepertinya itu memang hobi favorit mereka. Tapi mendengar bayi menangis dengan jelas di pangkuan seorang ibu yang presentasi dalam sebuah acara seminar online, sepertinya perlu ada pembahasan lebih lanjut tentangnya
***
Saat itu, sang ibu, seorang diaspora Indonesia yang menjadi peneliti di Jepang, sedang membahasakan penelitian tentang labor economy yang sulit menjadi hal mudah dicerna untuk manusia seperti saya. Semua terasa biasa saja sampai ternyata aku baru tahu kalau sepanjang acara, sang ibu sedang memangku bayinya yang tertidur. Kemudian, di tengah presentasi tersebut, sang bayi terbangun dan tentu saja langsung memulai hobinya: menangis dengan keras.
Moderator pun langsung masuk dan ikut mengomentari: "it's ok to take your time", seraya berkata pada audiens "inilah gambaran seorang female worker yang sebenarnya".
Mungkin umumnya orang akan merasa terganggu mendengar suara orang lain dalam satu waktu, apalagi ketika kita sedang berusaha fokus mendengarkan pembicaraan yang serius. Tapi entah karena aku telah menjadi ibu, aku merasa takjub dengan hal tersebut. Dan ku pikir juga perlu ada definisi ulang dengan istilah "profesionalisme", apa iya profesionalisme harus meniadakan eksistensi manusia sebagai makhluk yang secara umum memiliki keluarga? *wah pembahasan sendiri deh nih*
***
Sejak aku menjadi ibu, aku sering sekali diperlihatkan perdebatan diskusi antara menjadi seorang full time mom dan working mom.
Full time mom merujuk pada definisi seorang ibu yang tidak bekerja di luar rumah sehingga bisa punya waktu penuh mengurus anaknya di rumah, sedangkan working mom, sesuai terjemahannya, berarti ibu yang memutuskan untuk bekerja di luar.
Tentu saja apabila ada istilah "ibu penuh waktu", maka harusnya ada istilah kebalikannya: "ibu tidak penuh waktu". Secara tidak langsung, istilah tersebut memiliki makna bahwa seorang yang bekerja adalah kebalikan dari ibu penuh waktu. Ibu yang bekerja seperti dihakimi oleh bahasa yang mengatakan bahwa keputusan bekerja menjadikan kamu bukan ibu sepenuhnya.
Apa iya?
***
Banyak orang yang beranggapan bahwa seorang anak akan lebih baik diasuh secara penuh oleh orangtuanya langsung sendiri. Tentu saja benar.
Hingga akhirnya ketika seorang perempuan memutuskan untuk pergi dari rumah untuk berkarya di luar ketika punya anak, masyarakat berpersepsi bahwa orang tersebut kabur dari tanggung jawab keharusannya mengurus anaknya secara langsung.
Dua bulan terakhir ini, aku pribadi memutuskan untuk kembali bekerja penuh waktu di salah satu kampus, saat anakku berusia 11 bulan.
Sebenarnya aku kurang tertarik dengan pembahasan full time mom vs working mom tersebut. Bagiku itu pilihan hidup masing-masing orang.
Mungkin aku akan terasa bias dalam pembahasan kali ini, karena aku di posisi sebagai working mom,
Namun, setelah melihat kondisi dimana seorang pembicara di webinar internasional memangku bayinya yang sedang tidur itu, bukankah itu sebuah bukti kalau seorang ibu yang bekerja tetap menjadi ibu sepenuhnya untuk anaknya?
***
Pembahasan aku selesaikan disini dulu ya. Pastinya keputusanku untuk kembali bekerja setelah beberapa bulan mengurus anak sendiri di rumah membawa banyak renungan dan refleksi kehidupan yang ingin aku bahas di artikel-artikel berikutnya.