Jurnal Kehamilan Sintia - Trimester Pertama
by
Sintia Farach Dhiba
- June 24, 2022
Sejak aku dan kak Irfan resmi memutuskan meninggalkan Jepang untuk berkarier di Indonesia sekitar musim semi 2021 itu, kami pun akhirnya mulai memikirkan untuk punya anak. Yak baru memikirkannya, setelah kami menikah 3 tahun lamanya.
Tanggal 5 Juni 2021, kami meninggalkan Jepang.
Tanggal 21 Juni 2021 menjadi hari pertama kami memulai pekerjaan.
Di antara tanggal itu, kami menyempatkan untuk pulang dulu ke Malang.
Menjelang hari petama kerja, kami kembali lagi ke Jakarta. Tinggal di apartemen yang kami sewa selama 3 bulan (coba-coba dulu ceritanya).
Setibanya di apartemen, aku merasa ada flek darah sehingga aku merasa kalau aku sedang datang bulan. Aku pun langsung menggunakan pembalut. Namun anehnya, tidak ada lagi darah keluar setelahnya. Aku pun berpikiran kalau mungkin aku hanya kecapekan kali ya.
***
Hari pertama kerja datang. Aku pergi ke kantor di daerah Jakarta Pusat.
Di saat yang bersamaan, varian Covid-19 Delta baru saja naik-naiknya. Hari pertama aku bekerja pun menjadi hari pertama diterapkannya keadaan darurat (PSBB). Akhirnya aku dan kak Irfan pun harus bekerja dari rumah.
Lima hari kerja di rumah berlalu dengan menyenangkan.
Sampai sampai aku merasa aneh kenapa aku belum menstruasi lagi ya. Padahal aku selalu teratur datang bulannya. Selama satu minggu itu, aku merasa nyeri seperti mau datang bulan tapi tetap saja tidak datang juga.
Aku cerita ke Mama, dan beliau curiga kalau jangan-jangan aku hamil. Aku sih gak percaya ya.
Kak Irfan terus meledekku dan memaksa untuk membeli testpack.
Malam seusai bekerja, dia membelikanku testpack dengan syarat dariku untuk membelikan testpack dengan harga yang paling murah.
Aku tidak berniat mencobanya pada awalnya.
Sampai akhirnya Sabtu setelah shubuh tanggal 26 Juni, aku test sendiri.
Dan aku kaget.
Hasilnya garis dua.
Saat itu kak Irfan masih tidur. Aku tidak berniat untuk menjadikannya momen kejutan atau apapun seperti pasangan lain pada umumnya.
Aku langsung lari menghampirinya. Dalam keadaan tidak karuan, aku bilang kalau hasil testpack nya positif hamil.
Karena kak Irfan masih tidur. Tentu saja dia masih setengah sadar dan tidak memberikan respons apa-apa.
***
Jujur saja keadaanku tidak karuan saat itu, karena aku kaget sekali bisa hamil dalam waktu yang sangat cepat sejak kami baru mulai memikirkannya.
Aku tidak berpikir akan hamil secepat itu mengingat selama 3 tahun, aku mendapat kutukan buruk dari beberapa orang karena pernah berniat untuk menunda punya anak.
Saat itu, aku dalam keadaan masih kuliah S2, memutuskan meninggalkan Jepang sebelum aku lulus untuk segera memulai karier.
Tugas akhirku belum selesai.
Aku baru mulai bekerja.
Pikiranku melayang kemana-mana. Walau aku sudah menunda 3 tahun, entahlah aku masih saja merasa kacau balau dengan kabar kehamilanku.
***
Hari berganti hari. Keadaan Jakarta di situasi memburuknya Covid-19 Delta membuatku sangat kesepian. Aku tinggal di tempat baru dan tidak bisa bertemu siapa-siapa.
Aku memutuskan untuk mengecek kandunganku di spesialis obgyn di apartemen ku hari Selasa menjelang waktu makan siang.
Entah kenapa, aku belum berani bilang ke atasanku kalau aku hamil. Aku hanya minta izin sebentar pergi ke dokter.
Dokter obgyn pertama yang aku kunjungi ini sangat menyebalkan. Rasanya kurang dari 5 menit, aku ada di ruang periksa. Hanya USG sebentar dan aku yang berusaha mengejarnya dengan banyak pertanyaan.
Intinya sih aku mendapatkan informasi kalau aku memang resmi hamil dan kandungannya sehat ada di dalam kantung rahimnya.
Alhamdulillah.
***
Hari berganti hari.
Sejak aku tahu kalau aku hamil, aku makin merasakan sensitif dengan bau makanan. Saat itu, aku benci sekali dengan makanan dari catering harian langgananku. Benar-benar mau muntah setiap lihat ada makanan itu di meja makan. Padahal kami sudah memutuskan berlangganan cateringnya.
Aku juga benci dengan bau tempat cuci piring di apartemenku.
Sejak itu, kak Irfan benar-benar menjalankan tugas rutin barunya. Menyiapkan makanan untuk aku yang susah makan dan mencuci piring.
____
Untuk urusan pekerjaan, anehnya aku masih tetap bisa mendapatkan fokus untuk bekerja. tapi memang aku jadi lebih sering pusing. Benar-benar mudah sekali pusing dan ingin selalu beristirahat.
Untungnya kami bekerja dari rumah sehingga aku bisa tiduran sebentar ketika rasa pusing melanda hebat.
Aku juga selalu menyempatkan untuk tidur di waktu makan siang.
Karena aku sering beristirahat di jam kerja, aku pun memutuskan untuk tidak terlalu sering meminta jam lembur kerja tambahan malam hari karena kerja malam lebih tepat sebagai pengganti waktu aku yang sering beristirahat selama jam kerja di siang hari.
***
Rasa-rasanya trimester pertama jadi yang paling berat untuk aku.
Emosiku super gak stabil. Aku merasa jadi another Sintia. Aku seperti gak bisa kontrol diriku sendiri.
Aku yang biasanya makan apa aja mau, jadi sangat selektif soal makanan dan sensitif sama bau-bau makanan. Terutama telur goreng. Hueek!!
Aku yang biasanya super produktif jadi mudah capek dan ingin selalu beristirahat.
Aku yang biasanya selalu ingin melayani kak Irfan, jadi gak bisa ngapa-ngapain karena kelemahan-kelemahan yang tiba-tiba saja muncul.
Jujur saja aku jadi makin hampir benci dengan kehamilan ini. Merepotkan sekali!
Kak Irfan sampai bilang padaku untung aku hamil di tahun pernikahan kami yang ketiga. Kalau baru nikah, kak Irfan tahu aku jadi menyebalkan seperti kehamilanku di trimester pertama. Dia bilang sepertinya menyesal telah menikahiku wkwkwk.
Kak Irfan jahat :(
***
Memang aku akui masih kurang bisa terlalu menerima kehamilanku karena aku masih ada kepikiran yang mendalam atas pekerjaanku yang baru aku mulai. Aku sangat menyukai pekerjaan tersebut. Ada kekhawatiran tentang masa depan karierku bagaimana.
Sampai tibalah suatu hari. Menjelang akhir trimester pertamaku.
Saat aku selesai kerja jam 10 malam.
Entah apa yang terjadi. Sekembalinya aku dari menutup laptop di meja kerjaku, tiba-tiba ada cairan warna coklat yang sangat banyak keluar dari area kemaluanku.
Aku berteriak dan kak Irfan menghampiriku. Detik itu aku merasakan kesedihan tak ternilai betapa aku menyadari bahwa terdapat kemungkinan besar janin yang telah bersemayam di rahimku telah pergi.
Kami menangis berdua saat itu.
Hampir 2 bulan aku melewati masa-masa sulit trimester pertama, sungguh sangat sedih rasanya kalau janin itu akan meninggalkanku.
Detik itu aku merasa bahwa aku sangat menginginkan kehamilan itu. Sungguh aku tak mau dia pergi.
Tapi cairan itu terus keluar cukup lama yang membuatku semakin pasrah dan terus menangis.
Saat itu, kak Irfan langsung teringat teman kami di Jepang seorang dokter spesialis tulang yang istrinya adalah dokter spesialis kandungan.
Kami langsung meneleponnya dan menceritakan soal cairan warna coklat tersebut.
Alhamdulillah beliau sangat mudah dihubungi padahal hari sudah begitu larut saat itu.
Disitu beliau menenangkan kami kalau itu tidak apa-apa dengan berbagai asumsi yang beliau lontarkan, tapi beliau meminta kami untuk segera periksa ke dokter secara langsung untuk menambah keyakinan beliau.
Keesokan harinya kami pergi ke spesialis kandungan lagi dan mengecek kandungan.
Alhamdulillah tidak ada masalah sedikitpun pada janin kami saat itu.
Setelah kejadian itulah, muncul rasa sayang besar dalam diriku untuk terus menjaga janinku sebaik-baiknya. Sungguh aku jadi menginginkan kehamilan itu sebesar-besarnya.
Sebuah cobaan yang jadi pengingat untuk ku sepertinya.
Kami sendiri pun langsung berinisiatif untuk segera meninggalkan Jakarta saat itu. Kami merasa Jakarta terlalu sepi dan asing bagi kami di kala pandemi covid varian delta yang parah itu. Dengan keadaan belum vaksin covid, aku meminta surat keterangan dari dokter kandungan untuk mengizinkanku meninggalkan Jakarta dan kembali ke Malang.
Trimester pertama ku sudah selesai di Jakarta yang keras itu.
Janin adek Najwa masih terus tumbuh sehat dengan rasa sayang kami yang terus tumbuh berlipat ganda kepadanya.
Dikenang dengan penuh cinta,
Mama S.